primary care nurse


A.   Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan yang profesional merupakan praktek keperawatan yang dilandasi oleh nilai-nilai profesional, yaitu mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin lain,pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan klien.

Tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan mendorong perubahan dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan bermutu. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional diperlukan sebuah pendekatan manajemen yang memungkinkan diterapkannya metode penugasan yang dapat mendukung penerapan perawatan yang profesional di rumah sakit.

B.   Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Menurut Grant dan Messey (1997) serta Marquis dan Huston (1998) yang dikutip oleh Suarli dan Bahtiar (2002), terdapat lima model asuhan keperawatan profesional (MAKP) yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan, dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu model fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, manajemen kasus, dan midifikasi keperawatan tim-primer.

1.    Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan

Menurut Marquis dan Huston (1998) yang dikutip oleh Nursalam (2007), mengatakan bahwa setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Karena setiap perubahan akan berakibat suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan.



a.    Sesuai dengan Visi dan Misi Institusi

Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.

b.    Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan

Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.

c.    Efisien dan efektif penggunaan biaya

Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.

d.    Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat

Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.

e.    Kepuasan kinerja perawat

Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya.




f.      Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.

Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model manajemen asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

C.   Jenis-jenis Model Manajemen Asuhan Keperawatan serta Sistem Penugasannya.

a.    Model Fungsional

Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan. Perawat melaksanakan tugas (tindakan tertentu) berdasarkan jadwal kegiatan yang ada. Hal itu dilakukan sebagai pilihan utama sejak Perang Dunia Kedua. Waktu itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan (misal, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal. Model ini bukan merupakan model manajemen asuhan keperawatan Profesional.

a.    Kelebihan :
      Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik.
      Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
      Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.

b.    Kelemahan :
      Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
      Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.
      Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.

c.    Sistem Penugasan:

Tidak ada penugasan khusus, yang ada pemilihan senior dan junior. Senior biasanya diangkat sebagai kepala ruangan yang sibuk dengan tugas manajemen, seperti tugas supervisi, membimbing, memimpin rapat, mengatur jadwal shift, dll.


 










b.    Model Keperawatan Tim

Model ini menggunakan tim yang terdiri dari atas anggota yang berbeda-beda, dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, tenaga teknis, dan pembantu dalam satu group kecil yang saling membantu.

a.    Kelebihan :
      Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
      Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
      Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah dilatasi dan memberi  kepuasan kepada anggota tim.




b.    Kelemahan :
      Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu sibuk.

c.    Sistem Penugasan:


 









1) Tugas Ketua Tim
Ø  Membuat perencanaan
Ø  Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
Ø  Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien

2) Tugas Anggota Tim
Ø  Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di bawah tanggung jawabnya.
Ø  Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim.
Ø  Memberikan laporan

3) Tugas Kepala Ruangan
a. Perencanaan
Ø  Menunjuk ketua tim untuk bertugas di ruangan.
Ø  Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
Ø  Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien, seperti pasien gawat, pasien transisi, atau pasien persiapan pulang, bersama ketua tim.
Ø  Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur penugasan/penjadwalan.
Ø  Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
Ø  Mengikuti visit dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
Ø  Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan yaitu membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk.
Ø  Membantu mengembangkan niat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan diri.
Ø  Membantu membimbing peserta didik keperawatan.
Ø  Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

b. Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas meliputi:
Ø  Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
Ø  Merumuskan tujuan metode penugasan.
Ø  Membuat rentang kendali kepala ruangan yang membawahi dua ketua tim dan ketua tim yang membawahi 2-3 perawat.
Ø  Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
Ø  Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain.
Ø  Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
Ø  Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
Ø  Mendelegasikan tugas saat tidak berada di tempat kepada ketua tim.
Ø  Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.
Ø  Mengatur penugasan jadwal pos dari pakarnya.
Ø  Mengidentifikasi masalah dan cara penanganannya.


c. Pengarahan
Tahap pengarahan meliputi:
Ø  Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
Ø  Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.
Ø  Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Ø  Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.
Ø  Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
Ø  Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melakukan tugasnya.
Ø  Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan
Pengawasan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

(1)  Melalui komunikasi

Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

(2)  Melalui supervisi

Supervisi dapat dilakukan dengan cara :

Ø  Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga.
Ø  Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan). Selain itu, mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
Ø  Evaluasi, yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.
Ø  Audit keperawatan.

c.    Model Keperawatan Primer

Keperawatan primer ialah metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien. Hal ini dilakukan mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Keperawatan primer mendorong praktik kemandirian perawat, karena ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan mengkoordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

a.    Kelebihan :
      Bersifat kontinu dan komprehensif.
      Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri.
      Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit.
      Pasien merasa dihargai karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.
      Asuhan keperawatan yang diberikan bermutu tinggi dan akan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
      Dokter juga merasakan kepuasan dengan sistem/model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.

b.    Kelemahan:
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.

c.    Sistem Penugasan:


 










1)    Tugas Kepala Ruangan
Ø  Menjadi konsultan dan pengendali mutu perawat primer
Ø  Memberi orientasi dan merencanakan karyawan baru.
Ø  Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten.
Ø  Melakukan evaluasi kerja.
Ø  Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf.
Ø  Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.

2)    Tugas Perawat Primer
Ø  Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
Ø  Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
Ø  Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama berdinas.
Ø  Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain.
Ø  Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
Ø  Menerima dan menyesuaikan rencana.
Ø  Menyiapkan penyuluhan untuk kepulangan pasien.
Ø  Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, dengan cara kontak dengan lembaga sosial di masyarakat.
Ø  Membuat jadwal perjanjian klinik.
Ø  Mengadakan kunjungan rumah.



d.    Model Manajemen Kasus

Dalam model ini setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat berdinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Penugasan untuk kasus biasa menggunakan metode satu pasie-satu perawat. Hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus, seperti ruang isolasi dan intensive care.

a.    Kelebihannya:
      Perawat lebih memahami kasus per kasus.
      Sistem evaluasi dan manajerial menjadi lebih mudah.

b.    Kelemahannya:
      Perawat penanggung jawab belum dapat teridentifikasi.
      Perlu tenaga yang cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama.

e.    Modifikasi Model Keperawatan Tim-Primer

Model ini merupakan kombinasi dari dua sistem, yaitu keperawatan tim dan keperawatan primer. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), penetapan model ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:

·         Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer memerlukan latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau yang setara.
·         Metode keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
·         Melalui kombinasi kedua model tersebut, diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer. Di samping itu, karena saat ini sebagian besar perawat yang ada di RS adalah lulusan SPK, maka mereka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.

Sistem Penugasan:

1)    Kepala Ruangan :
Ø  Menerima pasien baru.
Ø  Memimpin rapat.
Ø  Mengevaluasi kinerja perawat.
Ø  Membuat daftar dinas.
Ø  Menyediakan material.
Ø  Melakukan perencanaan dan pengawasan.
Ø  Melakukan pengarahan dan pengawasan.

2)    Perawat Primer :
Ø  Membuat perencanaan Askep.
Ø  Mengadakan tindakan kolaborasi.
Ø  Memimpin timbang terima.
Ø  Mendelegasikan tugas.
Ø  Memimpin ronde keperawatan.
Ø  Mengevaluasi pemberian Askep.
Ø  Bertanggung jawab terhadap pasien.
Ø  Memberi petunjuk jika pasien akan pulang.
Ø  Mengisi resume keperawatan.

3)    Perawat Associate :
Ø  Memberikan Askep.
Ø  Mengikuti timbang terima.
Ø  Melaksanakan tugas yang didelegasikan.
Ø  Mendokumentasikan tindakan keperawatan.



D.   Keperawatan Primer di Beberapa Negara

1.    Indonesia

Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP).

MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.

Saat ini, praktik pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia belum mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas.

Dengan pengembangan MPKP, diharapkan nilai profesional dapat diaplikasikan secara nyata, sehingga meningkatkan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan.

Mengingat keterbatasan jumlah dan pendidikan sumber daya perawat di Indonesia, mayoritas tenaga keperawatan masih lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)-praktik keperawatan profesional tidak bisa seperti yang dilakukan di negara maju. Yang dilakukan adalah modifikasi keperawatan primer.

Penetapan jumlah tenaga keperawatan didasarkan jumlah klien/pasien dan derajat ketergantungan klien. Jenis tenaga adalah perawat primer (PP) yang lulusan S1 keperawatan, perawat asosiet (PA) lulusan D3 keperawatan, serta SPK. Tenaga lain adalah pembantu keperawatan. Mereka berada dalam satuan tim yang dibimbing dan diarahkan oleh Clinical Care Manager (CCM) yang merupakan magister spesialis keperawatan.

Tindakan yang bersifat terapi keperawatan dilakukan oleh PP, karena bentuk tindakan lebih pada interaksi, adaptasi, dan peningkatan kemandirian klien yang perlu landasan konsep dan teori tinggi. PP melakukan pertemuan dengan anggota tim kesehatan lain terutama dokter. PP juga mengarahkan dan membimbing perawat lain serta bertanggung jawab atas semua asuhan keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok klien. Tugas PP dibantu PA.

Tugas membersihkan meja klien, menyediakan dan membersihkan peralatan yang digunakan, mengantar klien konsul atau membawa pispot ke dan dari klien dilakukan oleh pembantu keperawatan.

Asuhan keperawatan dilakukan berdasar standar rencana keperawatan yang ada. Ketua tim (PP) melakukan validasi terhadap diagnosis keperawatan klien berdasarkan pengkajian yang dilakukan.

Standar rencana keperawatan yang sudah dikembangkan adalah untuk gangguan sistem pernapasan (tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif kronik), gangguan sistem pencernaan (sirosis hati), gangguan sistem kardiovaskuler (gagal jantung, hipertensi), gangguan sistem perkemihan (gagal ginjal, glomerulonefritis) dan gangguan sistem imun (AIDS).

Pelayanan keperawatan profesional mewujudkan dampak positif yang memungkinkan pemberian asuhan keperawatan klien secara berkesinambungan dan dapat dipertanggunggugatkan oleh perawat primer.

Secara kualitatif, PP ada kebanggaan profesional karena ada otonomi dan kesempatan mengobservasi perkembangan klien secara berkesinambungan dan PA dapat bekerja lebih terencana. Dokter merasa ada kerja sama yang lebih baik dibanding ruang lain yang tidak menerapkan MPKP. Kepuasan klien dan keluarga lebih baik. Angka infeksi nosokomial (infeksi yang ditularkan di rumah sakit) menurun. Juga dimulai kegiatan riset keperawatan di tingkat ruang rawat.



2.    Jerman

Di Jerman, praktek kesehatan primer tidak seperti di negara lain, di negara ini setiap dokter banyak yang membuka praktek pribadi. Hanya sekitar 25-30 % yang bekerja di RS/Klinik. Sistem ini sudah tidak asing lagi sejak 2004, dimana pasien bebas memilih dokter yang mereka inginkan (bisa generalis atau spesialis). Dengan sistem seperti ini, pasien akan terikat dengan satu dokter, dimana pasien harus tetap membayar dokter setiap jangka waktu tertentu. Dan tetap dikenakan tarif €10 per konsultasi.

Dengan praktek seperti ini, dokterpun semakin menjamur dan tentu saja memerlukan “pembantu” dalam pekerjaan mereka. Profesi ini dikenal sebagai “Asisten Dokter”, Asisten dokter adalah seseorang yang dilatih/kursus mengenai hal-hal medis dan diperbolehkan melakukan/membantu tugas dokter (yang ringan). Seperti menjadi asisten, memasang alat-alat kesehatan seperti EKG, melepas jahitan, mengambil sampel darah, dll. Dokter lebih banyak yang memilih untuk memperkerjakan mereka dibanding harus berkolaborasi dengan perawat. Hal ini disebabkan karena para “Asisten Dokter” termasuk pekerjaan yang bergaji rendah (jauh lebih rendah dibanding perawat), tapi tetap dapat di delegasikan pekerjaan layaknya seorang perawat.

Melihat kondisi yang seperti ini, otomatis peran perawat menjadi termarjinalkan diantara pelayanan kesehatan primer. Sehingga para perawat merancang program baru, dimana mereka lebih memilih untuk bekerja di sebuah komunitas/kelompok masyarakat tertentu. Program ini mulai terbentuk pada tahun 1994, saat itu praktek perawat geriatrik menjadi ikonnya.

            Apalagi setelah sistem Asuransi Kesehatan/JamKesMas di perkenalkan, praktek keperawatan di negara ini pun semakin berkembang. Praktek keperawatan yang berbasis komunitas ini dikelola oleh para perawat itu sendiri. Saat ini sudah ada lebih dari 300 kelompok praktek yang terebar di Jerman. Dengan perbandingan 12 perawat untuk 40-60 pasien di sebuah komunitas/daerah.  

            Dilihat dari sudut pandang keperawatan sebagai profesi hal ini dinilai cukup baik untuk perkembangan keprofesian. Dimana perawat sudah dapat bekerja sebagai sebuah profesi yang independen dan memiliki tanggung gugat yang jelas.

3.    Belanda

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pemerintah Belanda bersama Asosiasi Dokter di Negara tersebut membuat sebuah kebijakan baru tentang pelayanan kesehatan, dimana saat ini pelayanan kesehatan terpusat di satu kelompok (Medizinische Versorgungszentren). Di dalam kelompok ini terdapat beberapa tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, fisioterapis, dan apoteker.

Sistem pelayanan kesehatan di negara ini juga hampir mirip seperti di Jerman, dimana seorang dokter boleh mempekerjakan “Asisten Dokter” sebagai pegawainya. Sehingga menyebabkan pergeseran peran perawat. Perawat biasanya tidak berasosiasi dengan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Dokter dan perawat mempunyai porsi masing-masing dalam memberikan pelayanan kesehatan, biasanya perawat dikhususkan memberikan pelayanan kesehatan (perawatan) kepada anak –anak dan orang tua (lanjut usia), sedangkan dokter khusus menangani masalah kesehatan yang bersifat carative.

Dari sini terlihat jelas terdapat “pembagian tugas” yang setara dan sejajar antar profesi. Sehingga memungkinkan seorang perawat untuk menerima pasien yang ingin berkonsultasi, mengunjungi pasien ke rumah, merawat pasien kronis secara mandiri, serta menyusun program vaksinasi/imunisasi secara mandiri. Tapi perawat tetap tidak diperbolehkan untuk menetapkan diagnosa dan membuat resep obat.

Namun, jika dibanding di Jerman peran perawat di Belanda jauh lebih lemah, hal ini juga dikarenakan adanya profesi “Asisten Dokter” dan ditambah perawat tidak bisa membuka pelayanan kesehatan husus perawat seperti di Jerman.

4.    Italia

Pelayanan kesehatan di Italia sudah di-desentralisasikan sejak tahun 1978. Jadi setiap pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap finansial dan manajemen pelayanan kesehatan di daerahnya. Tanggung jawab yang besar ini dibagi lagi kepada setiap area-area lokal dari daerah tersebut.

Setiap setiap area lokal di daftarkan kepada seorang prakstisi kesehatan, dan dibebaskan untuk memilih dokter yang mereka mau. Dokter-dokter tersebut biasanya membuka layanan praktek sendiri, tanpa memperkerjakan perawat ataupun asisten dokter.

Yang unik di negara ini adalah lambatnya perkembangan profesi perawat dikarenakan terlalu tingginya jumlah dokter dibanding jumlah perawat. Perawat di negara ini jarang yang membuka praktek pelayanan kesehatan sendiri. Mereka biasanya bekerja di Rumah Sakit atau merawat pasien secara homecare.

Saat ini sedang dikembangkan sebuah sistem untuk mengoptimalkan peran perawat di negara ini, yaitu dengan melebarkan jangkauan pelayanan kesehatan yang dilakukan olah perawat. Salah satunya adalah melakukan follow up protokol tindakan dokter kepada pasien, tapi dengan tetap dibawah tanggung jawab dokter tersebut.

5.    Swedia

Pada dasarnya sistem pelayanan kesehatan di Swedia menggunakan pelayanan terpusat yang menyediakan jangkauan yang lebih luas, tidak hanya pelayanan medis yang bersifat carative, pelayanan kesehatan di sini juga mencakup  preventif care hingga paliative care.

Berbeda dengan negara lain di Eropa, di negara Swedia, perawat memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan jumlah perawat yang sangat banyak jika dibandingkan dengan jumlah dokter. Karena jumlahnya yang banyak, perawat di negara ini memiliki tugas termasuk menjadi praktisi kesehatan masyarakat, mulai dari kesehatan anak di sekolah, perencana dan penyuluh dalam keluarga, dsb.

Di negara ini, anggota masyarakat yang merasa sakit biasanya pertama kali berkonsultasi kepada perawat. Lalu perawat melakukan pengkajian dan memberikan saran/rujukan untuk penanganan selanjutnya. Bahkan banyak pasien yang memilih untuk berkonsultasi lewat telepon, lalu jika kondisi memburuk ia membuat janji dengan perawat untuk diperiksa secara langsung.

Karena pentingnya peran perawat di negara ini, perawat diperbolehkan melakukan tindakan seperti dokter. Bahkan diperbolehkan untuk meresepkan obat kepada pasien.

6.    Malaysia

Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Malaysia juga sama seperti Indonesia yang menghadapi banyak tantangan di dalam dunia keperawatannya. Namun bedanya, jika di Indonesia kelebihan/terlalu banyak jumlah lulusan perawat, di Malaysia justru sebaliknya. Malaysia kekurangan jumlah perawat. Sehingga Malaysia saat ini sedang berupaya untuk meningkatkan jumlah lulusan di bidang keperawatannya. Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk membangun sebuah pusat pelayanan masyarakat yang memadai.

Sebenarnya banyak cara bagi Malaysia untuk mendapatkan tenaga keperawatan yang memadai. Salah satunya adalah dengan menarik perawat-perawat dari negara tetangga. Tapi pemerintah negara tersebut berprinsip lebih baik menciptakan tenaga keperawatan daripada menarik perawat yang sudah siap. Karena mereka ingin menciptakan budaya keperawatan mereka sendiri, seperti yang sudah sering didengar adalah budaya perawat disnan yang selalu menerapkan 7s (senyum, salam, sapa, sentuh, segak, sensitif, dan Sopan).

0 komentar:

Posting Komentar