infark miokard


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner; prosesnya mula-mula berawal dari rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada jenis arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.

1.2    RUMUSAN MASALAH
Kasus 2
Tn. James 55 tahun dirawat dengan keluhan nyeri dada MCI . Instruksi dokter bedrest total, nitroglycerin dan furosemidine.
1.        Kemungkinan diagnosa pada kadus diatas adalah ?
2.        Lengkapi data-data yang terdapat pada kasus di atas ?
3.        Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada kasus di atas?
4.        Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus di atas ?
5.        Sebutkan jenis obat-obatan yang sebaiknya diberikan dalam kasus diatas?
6.        Buat 2 diagnosa keperawatan ?
7.        Hal apa saja yang harus di ajarkan pada pasien dan keluarga? Bagaimana terapi nutrisinya?

1.3    Tujuan
1.      Menambah pengetahuan tentang Keperawatan Medikal Bedah
2.      Mengerti pengertian dan gangguan sistem kardiovaskular
3.      Memenuhi tugas keperawatan Medikal Bedah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem kardiovaskular
Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis). Ada tiga jenis sistem peredaran darah: tanpa sistem peredaran darah, sistem peredaran darah terbuka, dan sistem peredaran darah tertutup. sistem peredaran darah,yang merupakan juga bagian dari kinerja jantung dan jaringan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler) dibentuk. Sistem ini menjamin kelangsungan hidup organisme, didukung oleh metabolisme setiap sel dalam tubuh dan mempertahankan sifat kimia dan fisiologis cairan tubuh. Pertama, darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel dan karbon dioksida dalam arah yang berlawanan (lihat respirasi). Kedua, yang diangkut dari nutrisi yang berasal pencernaan seperti lemak, gula dan protein dari saluran pencernaan dalam jaringan masing-masing untuk mengkonsumsi, sesuai dengan kebutuhan mereka, diproses atau disimpan. Metabolit yang dihasilkan atau produk limbah (seperti urea atau asam urat) yang kemudian diangkut ke jaringan lain atau organ-organ ekskresi (ginjal dan usus besar). Juga mendistribusikan darah seperti hormon, sel-sel kekebalan tubuh dan bagian-bagian dari sistem pembekuan dalam tubuh.
·         Jantung
Terdiri daripada otot-otot cardiac yang berfungsi secara atomatik. Berfungsi untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Kadar denyutannya diantara 60-100 permenit. Aorta membawa darah keluar keseluruh tubuh. Jantung mempunyai cabang-cabang saluran darah yang disebut arteri yang berfungsi membawa darah ke seluruh tubuh dan darah mengalir balik ke jantung melalui saluran darah yang sebut vena. Selain itu juga darah dibawa keparu –paru untuk pertukaran oksigen/karbon dioksida dan kembali  kedalam jantung.
·         Darah
Darah yang terdiri daripada pelbagai jenis unsur sel termasuk eritrosit, leukosit dan platlet yang terkandung di dalam plasma. Dalam darah terdapat lebih kurang 55% plasma dan 45% eritrosit. Darah membentuk lebih kurang 7% daripada berat tubuh orang dewasa normal. Seorang individu yang mempunyai berat tubuh 70kg, dikatakan mempunyai darah dalam lingkungan 5-6 liter.

·         Pembuluh  Darah
pembuluh darah diwakili oleh 3 komponen iaitu arteri, vena dan kapilari. Dengan adanya salur darah, ia akan membolehkan salur darah mengalir dan melengkapi peredaran dari jantung ke tisu dan kembali semula ke jantung.
            Penyakit jantung adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika. Meskipun berbagai macam penyakit jantung, seperti gangguan katup, telah menurun secara bermakna akibat teknologi dan penatalaksanaan yang canggih , namun yang lainnya masih menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat. Dalam makalah, kelompok akan membahas mengenai salah satu penyakit sistem kardiovaskular. Berikut adalah study kasus dan rumusan masalah.










BAB III
      PEMBAHASAN
1.      Tanda dan Gejala Tn. James menunjukkan bahwa Tn. James kemungkinan diagnose mengarah kepada penyakit Infark Miokard Akut
·         Definisi
Infark miocard
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Infark miokardadalah kematian otot jantung yang diakibatkan oleh kekurangan aliran darah atau oksigen. Infark miokard adalah kematian/nekrosis jaringan miokard akibat penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
Infark miokardium akut merupakan bagian dari acute coronary syndrome (ACS) dimana terjadi nekrosis pada otot jantung yang terjadi secarai reversible akibat iskemia yang berkepanjangan (lebih dari 30-45 menit). Adanya cardiac enzyme pada sirkulasi mengindikasikan adanya nekrosis pada miokard (Garas, 2008).
Berdasarkan daerah yang mengalami infark, terdapat dua macam infark, yaitu infark transmural dan infark subendokardial. Pada infark transmural, daerah yang mengalami nekrosis mengenai seluruh tebal dinding ventrikel pada distribusi arteri koroner tunggal. Sedangkan pada infark subendokardial, daerah yang mengalami nekrosis terbatas pada sepertiga hingga setengah bagian dalam dinding ventrikel (Schoen, 2004).
·                  Etiologi
Hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya Myocard infark :
a. Aterosklerosis
Kolesterol dalam jumlah banyak berangsur menumpuk di bawah lapisan intima arteri. Kemudian daerah ini dimasuki oleh jaringan fibrosa dan sering mengalami kalsifikasi. Selanjutnya akan timbul “plak aterosklerotik” dan akan menonjol ke dalam pembuluh darah dan menghalangi sebagian atau seluruh aliran darah.

b. Penyumbatan koroner akut
Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekua darah setempat atau trombus dan akan menyumbat arteria. Trombus dimulai pada tempat plak ateroklerotik yang telah tumbuh sedemikian besar sehingga telah memecah lapisan intima, sehingga langsung bersentuhan dengan aliran darah. Karena plak tersebut menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi darah, trombosit mulai melekat, fibrin mulai menumpuk dan sel-sel darah terjaring dan menyumbat pembuluh tersebut. Kadang bekuan tersebut terlepas dari tempat melekatnya (pada plak ateroklerotik) dan mengalir ke cabang arteria koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.

c. Sirkulasi kolateral di dalam jantung
Bila arteria koronaria koronaria perlahan-lahan meyempit dalam periode bertahun-tahun, pembuluh-pembuluh kolateral dapat berkembang pada saat yang sama dengan perkembangan arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses sklerotik berkembang di luar batas-batas penyediaan pembuluh kolateral untuk memberikan aliran darah yang diperlukan. Bila ini terjadi, maka hasil kerja otot jantung menjadi sangat terbatas, kadang-kadang emikian terbatas sehingga jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah normal yang diperlukan.



Faktor-faktor resiko :
a. Tidak dapat dirubah : Jenis kelamin, Umur, Keturunan.
b. Dapat dirubah : Kelebihan lemak, seperti: hiperkolesterol, hiperlipidemia,    hiperglitriserida. Perokok, hiprtensi, kegemukan/obesitas, diabetus militus, stres, kurang aktivitas fisik.

·         Patofisiologi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat supali darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan.
Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
30 menit setelah terjadi sumbatan, perdarahan metabolik terjadi sebagai akibat dari iskemia. Glikosis anaerob berperan dalam menyediakan energi untuk menghasilkan laktase.Perubahan-perubahan pada elektro potensial membran, setelah 20 menit terjadi perubahan-perubahan seluler meliputi ruptur lisotum dan defek struktural sarkolema yang menjadi ireversibel pada sentral zone infark. Zone iskemia yang ada di sekitar area infark mungkin tersusun oleh sel-sel normal atau sel-sel abnormal. Area iskemia ini dapat membalik apabila sirkulasi terpenuhi secara adekuat. Tujuan terapi adalah memperbaiki area iskemia tersebut dan mencegah perluasan sentral zone nekrosis.
Miokard infark mengganggu fungsi ventrikuler dan merupakan predisposisi terhadap perubahan hemodinamik yang meliputi: Kemunduran kontraksi, penurunan stroke volume, gerakan dinding abnormal, penurunan fraksi ejeksi peningkatan ventrikuler kiri pada akhir sistole dan volume akhir diastole, dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikuler. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi refleks simpatetik untuk meningkatkan kecepatan jantung, vasokonstriksi, hipertrofi ventrikuler, serta retensi air tuntutan dengan miokardial. Tapi direncanakan untuk mencukupi kebutuhan dengan dan menurunkan tuntutan terhadap oksigen.


Proses penyembuhan miokard infark memerlukan waktu beberapa minggu. Dalam waktu 24 jam terjadi udema seluler dan infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dibebaskan menuju sel. Degradasi jaringan dan nekrosis terjadi pada hari kedua atau ketiga. Pembentukan jaringan parut dimulai pada minggu ketiga sebagai jaringan konektif fibrous yang menggantikan jaringan nekrotik, jaringan parut menetap terbentuk dalam 6 minggu sampai 3 bulan.         

Miokard infark paling sering terjadi pada ventrikel kiri dan dapat dinyatakan sesuai area miokardium yang terkena. Apabila mengenai tiga sekat dinding miokardium maka disebut infark transmural dan apabila hanya sebatas bagian dalam miokardium disebut infark sebendokardial. Miokard infark juga dapat dinyatakan sesuai dengan lokasinya pada jantung, yang secara umum dapat terjadi pada sisi posterior, anterior, septal anterior, anterolateral, posteroinferior dan apical. Lokasi dan luasan lesi menentukan sejauh mana kemunduran fungsi terjadi, komplikasi dan penyembuhan.

JENIS-JENIS MIOKARD INFARK SUBENDOKARDIAL.       
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit.          


Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplei oksigen oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob.Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun.Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun.        
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat menganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya dan kecepatannya berkurang. Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika. Perunahan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel akibatnya tekanan jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat.          
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu peningkatan tekanan darah yang ringan dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas merupakan respon vagus. 
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang Tterbalik dan depresi segmen ST. Serang iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila ketidakseimbangan atara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik bersifat reversibel.

·         INFARK
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis.Bagian miokardium yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri, infark transmural mengenai seluruh tebal dinding miokard, sedangkan infark subendokardial nekrosisnya hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel. Letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior dinding anterior disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra, infark dinding inferior biasanya disebsbkan oleh lesi pada arteria coronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis., kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan kontraksi.
Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan :
Daya kontraksi menurun
- Gerakkan dinding abnormal
- Perubahan daya kembang dinding ventrikel
- Pengurangan curah sekuncup
- Pengurangan fraksi efeksi
- Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri
Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor; seperti:
- Ukuran infark : 40 % berkaitan dengan syok kardiogenik.
- Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dinding inferior.
- Fungsi miokardium yang terlibat: infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
- Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon iskemia yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium yang terancam.
- Mekanisme kopensasi dari kardiovaskuler: bekerja untuk mepertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hukum starling). Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lewat retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri. Sementara, akibat dilatasi kompensasi kordis jantung dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.

·                  Tanda dan gejala

Nyeri dada restrofernal seperti diremas-remas atau tertekan.

a. Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
b. Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
c. Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
d. Takikardi
e. Sesak napas
f. Kulit yang pucat
g. Pingsan
h. Hipotensi

2.      Lengkapi data-data
1.       EKG
2. Laboratorium : SGOT, LDH, enzim jantung
3. Radiologi
4. Echocardiografi
5. Pemeriksaan radioisotope
DATA PENUNJANG :
PEMERIKSAAN PATOHEMATOLOGIS
PARAMETER        HASIL    NILAI NORMAL    UNIT
   Hematology Automatic
   Leukosit        8,0    4,6 - 10,6    10e3/ul
   Eritrosit         4,33    4,2 - 5,4    10e3/ul
   Hemoglobin        12,9    12,0 - 18,0    gr/dl
   Hematokrit        41,5    37 – 47        %
   MCV            95,8    81 – 99        fl
   MCH            29,8    27 – 31        pg
   MCHC            31,1    33 – 37        gr/dl
   Trombosit        222    150 – 450    10e3/ul
   Differential Telling Mikroskopois
   Basofil        0    0        %
   Eosinofil        1    0 – 5        %
   Netrofil staf    1    0 – 3        %
   Netrofil segment    65    40 – 74        %
   Limfosit        33    10 – 48        %
   Monosit        0    0 – 8        %

   PEMERIKSAAN  PATOBIOKIMIAWI
   PARAMETER        HASIL    NILAI NORMAL        UNIT
   Glukosa sewaktu    178    70 – 140        mg/dl
   Ureum        25    10-50            mg/dL
   Creatinin        1,0    L < 1,1; P < 0,9    mg/dL
   SGOT            23    L < 37; P < 31        U/I
   SGPT            23    L < 42; P < 32        U/I

   EKG
   A. Heart Rate: 94x/menit (normal)
   B. Regularitas: Reguler
   C. Normal Sinus Ritme
   D. LAD
   E. Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH)
   F. Q patologis
   G. ST elevasi

   Foto Rontgen thorax
   Kesan : cardiomegali dengan corakan vaskuler meningkat

Penjelasan Pemeriksaan Penunjang secara umum:
Menurut Gray dkk. (2005) pemeriksaan penunjang pasien AMI adalah : enzim jantung, troponin, tes darah, elektrokardiografi, echokardiografi, arteriografi koroner. Yang pertama meliputi enzim jantung, setelah kematian jaringan miokard, konstituen sitoplasma sel miokard dilepaskan ke dalam sirkulasi. Kreatinin fosfokinase dapat dideteksi 6-8 jam setelah infark miokard dan memuncak dalam 24 jam serta kembali normal setelah 24 jam selanjutnya. Isoenzim (CPK-MB) spesifik untuk otot jantung, namun juga dapat dilepaskan pada kardiomiositis, trauma jantung, dan setelah syok yang melawan aliran langsung (direct current/DC). Aspartat amino tranferase (AAT), suatu enzim nonspesifik umumnya diperiksa sebagai bagian skrining biokimiawi, dapat dideteksi dalam 12 jam, memuncak dalam 36 jam, dan kembali normal setelah 4 hari. Kongesti hati, penyakit hati primer, dan emboli paru dapat menyebabkan peningkatan AAT, seperti CPK, AAT juga ditemukan pada otot skelet. Peningkatan enzim nonspesifik laktat dehidrogenase (LDH) terjadi pada tahap lanjut infark miokard : peningkatan kadar dapat dideteksi dalam 24 jam, memuncak dalam 3-6 hari dengan peningkatan yang tetap dekat dideteksi selama 2 minggu. Isoenzim LDH lebih spesifik namun penggunaan klinisnya telah dilampaui oleh pengukuran troponin. Pengukuran serial enzim jantung diukur tiap hari selama 3 hari pertama : peningkatan bermakna didefinisikan sebagai dua kali batas tertinggi nilai laboratorium normal.
Pemeriksaan penunjang kedua adalah troponin yang merupakan protein regulator yang terletak dalam aparatus kontraktil miosit. Keduanya merupakan cedera sel miokard petanda spesifik dan dapat diukur dengan alat tes disisi tempat tidur. Tropinin tampaknya meningkat baik pada miokard infark akut dan pada beberapa pasien resiko tinggi dengan angina tidak stabil bila kadar CPK tetap normal. Kriteria diagnostic untuk infark miokard akut baru-baru ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran troponin.
Pemeriksaan selanjutnya adalah tes darah, dimana perubahan nonspesifik pada tes darah rutin meliputi peningkatan jumlah sel darah putih setelah 48 jam, terutama sel-sel polimorfik, dan peningkatan laju endap darah (LED) serta protein reaktif-C (CRP) yang memuncak dalam 4 hari dengan puncak kedua sebagai gambaran sindrom Dressler. Hiperglikemia ringan sebagai akibat dari intoleransi karbohidrat dapat berlangsung selama beberapa minggu. Pelepasan ketokolamin, tirah baring dan perubahan diet mempengaruhi perkiraan kadar lipid, sehingga harus ditunda selama 4-6 minggu.
Pemeriksaan penunjang yang lebih detail adalah EKG yang memiliki tingkat akurasi prediktif positif sekitar 80% ; maka EKG normal tidak menyingkirkan diagnosis infark. EKG serial bernilai dalam dokumentasi evolusi gangguan elektrik. Perubahan EKG berlangsung dalam susunan yang jelas. Repolarisasi inkomplit yang rusak menyebabkan elevasi segmen S-T pada daerah yang mengalami infark. Pada EKG pasien segera setelah infark, gelombang T yang tinggi dan simetris dapat terlihat dan terbalik ketika segmen S-T mengalami elevasi. Depresi segmen S-T respirokal didapatkan pada lead yang berlawanan pada infark. Segment S-T kembali ke garis isoelektrik dalam beberapa hari tergantung pada besar infark, diikuti oleh terbaliknya gelombang T yang bisa tetap selamanya. Kemudian, gelombang Q patologis, didefinisikan sebagai gelombang Q dengan durasi >30 mm/detik dan amplitude >25% gelombang R, timbul pada daerah infark. Gelombang Q tidak spesifik karena bisa didapatkan pada kardiomiopati dan hipertrofi ventrikel. Pada sepertiga pasien, gelombang kembali normal 18 bulan setelah kejadian akut tersebut. Sebanyak 20% yang mengalami infark dengan kriteria klinis dan enzim mengalami infark pada area tersebut namun secara elektrik pada EKG 12 lead permukaan tidak menunjukan kelainan.
Hubungan antara EKG dan derajat keparahan patologis infark tidak dapat diandalkan, maka seorang pasien dengan depresi segmen S-T atau gelombang T yang tetap terbalik (infark non gelombang Q), yang tidak spesifik untuk infark subendokard. Meskipun kemungkinan infark subendokard untuk menyebabkan syok kardiogenik atau ruptur miokard kecil, rupture miokard kecil dapat menyebabkan kematian mendadak akibat aritmia ventrikel atau menjadi penanda infark transmural berikut (yang disebut sebagai infark ‘stuttering’). Prognosis infark nongelombang Q lebih jelek dari pada infark gelombang Q. gelombang Q mungkin memiliki infark transmural atau subendokard berlanjut. Hal yang sama berlaku untuk pasien
Ekokardiografi untuk mengetahui abnormalitas gerakan dinding regional, penurunan pendekatan fraksional dan fraksi ejeksi, trombus mural, cairan perikardial, dan abnormalitas fungsi katup dapat dideteksi dengan ekokardiografi potongan melintang.
Arteriografi koroner darurat kadang diperlukan bila tetap ada keraguan mengenai diagnosis pasien dengan gejala tipikal tanpa ada perubahan EKG yang khas. Arteriografi koroner biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami PTCA primer atau pemasangan stent.




3.      Pemeriksaan fisik
1. Tampilan Umum :
a. Pucat, berkeringat dingin, gelisah, stress, mual, dan muntah karena aktivitas    berlebih simpatis
b. Takipnu dan sesak napas
c. Demam kurang dari 380C
d. Awal infark miokard, JVP normal atau sedikit tinggi dan dapat meningkat sekali pada
infark ventrikel kanan

2. Nadi dan Tekanan Darah
a. Biasanya sinus takikardia (100-120/menit)
b. Denyut nadi bisa melambat kecuali bila terdapat syok kardiogenik yang mengancam
c. Denyut jantung rendah/brakikardia merupakan komplikasi infark
d. Brakikardi merupakan tanda infark inferior yang disebabkan karena  hipertensi parasimpatis
Takikardia merupakan tanda infark anterior yang disebabkan karena hipertensi simpatis
e. Peningkatan TD disebabkan oleh pelepasan katekolamin
f. Hipotensi akibat aktivitas berlebih vagus, dehidrasi, infark ventrikel kanan, tanda syok
kardiogenik
g. TD menurun beberapa jam/hari dan kembali ke keadaan normal dalam 2/3 minggu,
tetapi dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat atau renjatan kardiogenik. Dapat
pula hipertensi transien karena sakit dada yang hebat

3. Pemeriksaan jantung
a. Bunyi jantung IV terdengar; bunyi jantung I dan II lemah; BJ III ditemui bila gagal jantung
b. Terdengar bunyai gallop S3 dan S4
c. Banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3 dan/atau split terbalik S2
d. Terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh regurgitasi mitral akibat
disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena dilatasi ventrikel kiri
e. Bising sistolik kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar di linea
sternalis kiri dan di apeks disebabkan oleh muskulus papilaris
f. Gesekan friksi perikard jarang hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama
g. Pulsasi apeks sulit diraba
h. Palpasi prekadium menunjukkan area yang diskinesia pada pasien infark anterior luas
berlanjut

4. Pemeriksaan Paru
a. Ronki akhir pernapasan dapat terdengar meski tidak terlihat edema paru pada radiografi
b. Edema paru sebagai komplikasi infark luas (biasanya anterior)
c. Krepitasi (suara gemertak) terdengar dan suara meluas pada edema paru

Pemeriksaan Enzim Jantung
Otot miokard yang mengalami kerusakan akan melepaskan beberapa enzim spesifik sehingga kadarnya
dalam serum meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan pada penderita setelah
operasi jantung, kardioversi elektrikal, trauma jantung atau perikarditis
1. Kreatinin fosfokinase (Creatine phosphokinase-CK)
Pada IMA konsentrasi CK dalam serum meningkat dalam waktu 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncaknya setelah 24 jam dan turun kembali ke normal dalam 3-4 hari. Pemeriksaan
ini tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena enzim ini juga terdapat dalam
paru-paru, otot skelet, otak, uterus, salauran pencernaan dan kelenjar tiroid sehingga kerusakan
pada organ-organ tersebut juga akan meningkatkan kadar CK dalam darah
2. Isoensim CK-MB
Ada 3 isoensim dari CK yang terlihat pada elektroforesis, yaitu MM, BB, dan MB. Isoensim BB
umumnya terdapat pada otak, MM pada otot skelet, dan MB pada otot jantung, usus, lidah, dan
otot diafragma tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan isoenzim CK-MB dalam serum
merupakan tes paling spesifik pada nekrosis otot jantung. CK-MB meningkat dalam 2-3 jam
setelah onset infark, puncaknya pada 10-12 jam dan umumnya menjadi normal dalam 24 jam
3. Troponin T
Troponin T jantung adalah protein myofibril dari serat otot lintang yang bersifat kardiospesifik.
Pada saat terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, Troponin T dari sitoplasma dilepas ke dalam
darah. Masa penglepasan troponin T berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun. Diagnosis
troponin T lebih superior dibandingkan CK-MB dan terjadinya positif palsu sangat jarang.
Peningkatan kadar Troponin-T dapat menjadi penanda kejadian koroner akut pada angina
pectoris tidak stabil.
4. Serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGO T)
Enzim ini dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Konsentrasi dalam serum
meningkat dalam 8-12 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan mulai
turun kembali setelah 3-4 hari. Enzim ini juga terdapat pada hati dan otot skelet, sehingga
peningkatan kadar enzim ini merupakan indikator yang lemah dalam menegakkan diagnosa.
Penyebab lain meningkatnya kadar SG
O T adalah gagal jantung dengan bendungan pada hati
5. Lactic dehydrogenase (LDH)
LDh hampir terdapat di semua jaringan tubuh dan kadarnya dalam serum akan meningkat pada
berbagai keadaan. Pada IMA, konsentrasi akan meningkat dalam 24-48 jam, mencapai
puncaknya dalam 3-6 hari setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari. LDH mempunya 5
isoenzim. Isoenzim LDH1 lebih spesifik untuk kerusakan otot jantung sedangkan LDH4 dan LDH5
untuk kerusakan hati dan otot skelet.
6. Alpha hydroxybutyric dehydrogenase (alpha-HBDH)
Ini sebenarnya bukan enzim yang spesifik untuk infark miokard. Isoenzim LDH1 dan LDH2 akan
bereaksi lebih besar dengan substrat alpha-hydoxy-butyrate daripada LDH4 dan LDH5, sehingga
pemeriksaan aktifitas alpha-HBDH akan dapat membedakan antara LDH1 dan LDH2 dengan
LDH3dan LDH4. Pada IMA, aktifitas alpha-HBDH ini akan meningkat dan mencerminkan aktifitas
LDH yang meningkat.
7. C-reactive protein (CRP)

CRP tidak ditemukan darah orang normal, sehingga tidak ada nilai normalnya. CRP akan
ditemukan pada penderita dengan demam reumatik akut dengan atau tanpa gagal jantung.
Pemeriksaan ini penting untuk mengikuti perjalanan aktivitas demam reumatik. CRP juga kadang
ditemukan pada serum penderita dengan infark miokard transmural.
8. Anti Streptolisin-O (ASTO)

Streptolisin-O adalah antigen yang diproduksi oleh kuman streptokokus. Titer ASTO yang tinggi
lenih dari 333 Todd unit akan ditemukan pada 4-6 minggu setelah infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus, dan akan kembali normal setelah 4 bulan. Pemeriksaan ini penting pada
penderita dengan demam reumatik akut untuk mengetahui ada tidaknya infeksi kuman steptokokus






4.      Komplikasi
Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.

Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru-paru

Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.

Depek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.

Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.

Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.

Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.

Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.

Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.

5.      Obat-obatan


6.      Diagnosa keperawatan
No.
Diagnosa
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).

- Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
- Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
- Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
- Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.

2.
Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.

1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.

Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
- Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
- Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

3.
(Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)

- Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
- Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
- Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
- Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
- Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
- Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
- Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
- Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
- Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.








7.      Terapi nutrisi
Terapi nutrisi
A.  Diet
Karena risiko muntah dan aspirasi setelah infark miokard, pasien harus puasa dan minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari.
B.  Perbanyak konsumsi makanan tinggi serat
Pengkonsumsian serat yang terlarut dalam jumlah tinggi sekitar 15-30 gr/hari, telah menunjukkan kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol darah dengan cara mengikatnya dengan garam – garam dan asam – asam empedu yang terbentuk dari kolesterol. Pengikat ini mencegah terjadinya aterosklerosis.
C.     Hindari aktifitas berlebih
Aktifitas berlebih dapat memperberat kerja jantung. Karena jantung mencoba mengkompensasi kebutuhan tubuh yang meningkat.
D.    Diet makanan lunak serta rendah garam
E.     Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
F.      Atasi nyeri :
a.Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
b.Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
c.oksigen 2-4 liter/menit.
d.sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
G.     Antikoagulan :
a.Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip iv dilakukan atas indikasi
b.Diteruskan asetakumoral atau warfarin
c.Streptokinase / trombolisis
H.    Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.

0 komentar:

Posting Komentar